Jumat, 01 April 2016

Globalisasi

Globalisasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspekkebudayaan lainnya.[1][2] Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.[3]
Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar lainnya melacak sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan Eropa dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum Masehi.[4][5] Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung sangat cepat.
Istilah globalisasi makin sering digunakan sejak pertengahan tahun 1980-an dan lebih sering lagi sejak pertengahan 1990-an.[6] Pada tahun 2000, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modaldan investasimigrasi dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan.[7] Selain itu, tantangan-tantangan lingkungan sepertiperubahan iklimpolusi air dan udara lintas perbatasan, dan pemancingan berlebihan dari lautan juga ada hubungannya dengan globalisasi.[8] Proses globalisasi memengaruhi dan dipengaruhi oleh bisnis dan tata kerjaekonomi, sumber daya sosial-budaya, danlingkungan alam.

Pengenalan[sunting | sunting sumber]

Rentang Jalur Sutra dan ruteperdagangan rempah milik Kesultanan Utsmaniyah pada masa penjelajahan tahun 1453
Manusia telah berinteraksi dalam kisaran jarak jauh selama ribuan tahun. Sebagai contohnya adalah Jalur Sutra darat yang menghubungkan AsiaAfrika, dan Eropa dan menyebabkan banyak perubahan pada peradaban bangsa-bangsa di "Dunia Lama". Pemikiran, agama, bahasa, kesenian, dan aspek budaya lainnya menyebar dan bercampur ketika negara-negara bertukar barang dan ide.
Perpindahan manusia, barang, dan ide secara global meluas pada abad-abad selanjutnya. Pada abad ke-15 dan 16, bangsa Eropa membuat rintisan terpenting dalam penjelajahan samudra, salah satunya adalah pelayaran transatlantik ke "Dunia Baru" yang disebut Amerika. Pada awal abad ke-19, perkembangan bentuk transportasi baru (seperti kapal uap dan rel kereta) dantelekomunikasi yang menyusutkan ruang dan waktu memungkinan terjadinya interaksi global dengan sangat cepat.[9] Pada abad ke-20, kendaraan daratangkutan intermodal, dan maskapai penerbangan membuat transportasi semakin cepat. Penemuan telekomunikasi elektronik, seperti telepon genggam dan Internet, membuat miliaran orang bisa saling terhubung dengan berbagai cara pada tahun 2010.
Peta kabel telegraf bawah laut milik Eastern Telegraph Company tahun 1901. Inilah contoh globalisasi teknologi modern pada awal abad ke-20.
Awak pesawat pada era "Jet set" sekitar tahun 1960.

Etimologi dan penggunaan[sunting | sunting sumber]

Istilah globalisasi' diambil dari kata globalize yang mengacu pada kemunculan jaringan sistem sosial dan ekonomi berskala internasional.[10] Istilah ini pertama kali digunakan sebagai kata benda dalam sebuah tulisan berjudul Towards New Education; kata 'globalisasi' di sini menunjukkan pandangan pengalaman manusia secara menyeluruh di bidang pendidikan.[11] Istilah serupa, corporate giants (raksasa perusahaan), dicetuskan oleh Charles Taze Russell pada tahun 1897[12] untuk menyebut perusahaan-perusahaan besar nasional pada waktu itu. Tahun 1960-an, kedua istilah tadi mulai dijadikan sinonim oleh para ekonom dan ilmuwan sosial lainnya. Ekonom Theodore Levitt diakui secara luas sebagai pencipta istilah kata 'globalisasi' melalui artikelnya yang berjudul "Globalization of Markets". Artikel ini terbit di Harvard Business Review edisi Mei–Juni 1983. Namun, kata 'globalisasi' sebelumnya sudah banyak digunakan (setidaknya sejak 1944) dan dipakai oleh beberapa pengamat sejak 1981.[13]Levitt bisa dianggap sebagai orang yang memopulerkan kata ini dan memperkenalkannya ke kalangan pebisnis utama pada paruh akhir 1980-an. Sejak dirumuskan, konsep globalisasi telah menginspirasi sejumlah definisi dan interpretasi, mulai dari cakupan perdagangan dan imperium besar di Asia dan Samudra India pada abad ke-15 sampai seterusnya.[14][15] Karena konsep ini begitu rumit, banyak proyek penelitian, artikel, dan diskusi yang tetap berfokus pada aspek tunggal globalisasi.[1]
Roland Robertson, dosen sosiologi Universitas Aberdeen, salah satu penulis pertama di bidang globalisasi, mendefinisikan globalisasi pada tahun 1992 sebagai:
...pemadatan dunia dan pemerkayaan kesadaran dunia secara keseluruhan.[16]
Sosiolog Martin Albrow dan Elizabeth King mendefinisikan globalisasi sebagai:
...semua proses yang menyatukan penduduk dunia menjadi satu masyarakat dunia yang tunggal.[2]
Di The Consequences of ModernityAnthony Giddens memakai definisi berikut:
Globalisasi dapat diartikan sebagai intensifikasi hubungan sosial dunia yang menghubungkan tempat-tempat jauh sehingga peristiwa di suatu tempat dapat dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di tempat lain sekian kilometer jauhnya dan sebaliknya.[17]
Di Global TransformationsDavid Held dan lainnya mendefinisikan globalisasi sebagai:
Meski dalam artian paling sederhananya globalisasi mengacu pada pelebaran, pendalaman, dan pemercepatan interkoneksi global, definisi semacam itu perlu dijelaskan lebih jauh lagi. ... Globalisasi dapat ditempatkan di dalam satu kontinuum bersama lokal, nasional, dan regional. Di satu ujung kontinuum, terdapat hubungan dan jaringan sosial dan ekonomi yang berbasis lokal dan/atau nasional; di ujung lain, terdapat hubungan dan jaringan sosial dan ekonomi yang menguat pada skala interaksi regional dan global. Globalisasi dapat merujuk pada proses perubahan ruang-waktu yang menopang transformasi susunan kehidupan manusia dengan menghubungkan sekaligus memperluas aktivitas manusia melintasi wilayah dan benua. Tanpa melihat kaitan keruangan seperti itu, istilah ini takkan bisa dirumuskan secara jelas atau runtun. ... Definisi globalisasi yang tepat harus bisa mencakup elemen-elemen berikut: jangkauan, intensitas, kecepatan, dan pengaruh.[18]
Dalam buku The Race to the Top: The Real Story of Globalization, jurnalis Swedia Thomas Larsson menyatakan bahwa globalisasi adalah:
...proses penyusutan dunia sehingga jarak semakin pendek dan segala hal terasa semakin dekat. Globalisasi mengacu pada semakin mudahnya interaksi antara seseorang di satu tempat dengan orang lain di belahan dunia yang lain.[19]
Jurnalis Thomas L. Friedman memopulerkan kata "flat world" (dunia datar). Ia berpendapat bahwa perdagangan globaloutsourcingrantai suplai, dan kekuatan politik telah mengubah dunia lebih baik atau buruk secara permanen. Ia menegaskan bahwa globalisasi berlangsung semakin cepat dan pengaruhnya terhadap organisasi dan praktik bisnis akan terus berkembang.[20]
Ekonom Takis Fotopoulos mendefinisikan "globalisasi ekonomi" sebagai pembebasan dan deregulasi pasar komoditas, modal, dan tenaga kerja yang berujung pada globalisasineoliberal masa kini. Ia memakai istilah "globalisasi politik" untuk menyebut kemunculan kaum elit transnasional dan hilangnya negara bangsa. "Globalisasi budaya" digunakan untuk menyebut homogenisasi budaya dunia. Istialh lainnya adalah "globalisasi ideologi", "globalisasi teknologi", dan "globalisasi sosial".[21]
Manfred Steger, dosen studi global dan ketua riset di Global Cities Institute di RMIT University, mengidentifikasi empat dimensi globalisasi empiris utama: ekonomi, politik, budaya, dan ekologi, ditambah dimensi kelima (ideologi) yang melintasi empat dimensi lainnya. Menurut Steger, dimensi ideologi dipenuhi oleh serangkaian norma, klaim, kepercayaan, dan penjelasan tentang fenomena itu sendiri.[22]
Pada tahun 2000, International Monetary Fund (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasimigrasi dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan.[7] Di sektor perdagangan dan transaksi, negara-negara berkembang telah meningkatkan pangsa perdagangan dunianya dari 19 persen tahun 1971 menjadi 29 persen pada tahun 1999. Akan tetapi, ada perbedaan besar di sejumlah kawasan. Misalnya, negara industri baru (NIE) di Asia berhasil, sedangkan seluruh negara di Afrika gagal. Barang yang diekspor negara merupakan indikator kesuksesan yang penting. Ekspor barang pabrikan meningkat dan didominasi oleh negara-negara maju dan NIE. Ekspor komoditas seperti makanan dan bahan mentah biasanya berasal dari negara-negara berkembang. Pangsa total ekspor komoditas menurun seiring waktu.
Dari sini, pergerakan modal dan investasi dapat dipandang sebagai aspek dasar globalisasi yang lain. Arus modal swasta ke negara-negara berkembang naik sepanjang 1990-an, menggantikan "bantuan" atau "bantuan pembangunan" yang berkurang setelah awal 1980-an. Investasi langsung asing (FDI) menjadi kategori paling penting. Investasi portofolio dan kredit bank meningkat namun semakin volatil dan akhirnya anjlok akibat krisis keuangan akhir 1990-an. Antara 1965–90, jumlah tenaga kerja yang bermigrasi bertambah dua kali lipat. Sebagian besar migrasi terjadi antara negara berkembang dna negara kurang maju (LDC).[23]
Paul James, Direktur United Nations Global Compact Cities Programme, berpendapat bahwa empat bentuk globalisasi yang berbeda juga bisa dibedakan sehingga melengkapi dan melintasi semua dimensi globalisasi.[24] Menurut James, bentuk globalisasi dominan yang tertua adalah globalisasi berwujud, yaitu perpindahan manusia. Bentuk dominan tertua kedua adalah globalisasi lembaga, yaitu sirkulasi agen dari berbagai institusi, organisasi, dan badan, termasuk agen-agen imperial. Bentuk ketiganya, globalisasi objek, merupakan pergerakan komoditas dan objek tukar lainnya. Perpindahan ide, gambar, ilmu pengetahuan, dan informasi di dunia disebut globalisasi tak berwujud, dan saat ini globalisasi tak berwujud merupakan bentuk yang paling dominan. James berpendapat bahwa pengelompokkan semacam ini memungkinkan kita memahami bahwa bentuk globalisasi yang paling berwujud seperti perpindahan pengungsi dan migran justru semakin dibatasi, sedangkan bentuk yang paling tak berwujud seperti sirkulasi instrumen keuangan semakin tidak dibatasi.[25]

Pengertian[sunting | sunting sumber]

Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
  • Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
  • Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
  • Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
  • Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
  • Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.[26]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Ada penyebab jauh dan dekat yang dapat ditemukan pada faktor-faktor sejarah yang memengaruhi globalisasi. Globalisasi berskala besar dimulai pada abad ke-19.[9]

Kuno[sunting | sunting sumber]

Peta animasi yang menunjukkan perkembangan imperium kolonial sejak 1492 sampai sekarang.
Globalisasi kuno dipandang sebagai suatu fase dalam sejarah globalisasi yang mengacu pada peristiwa dan perkembangan globalisasi sejak masa peradaban terawal sampai kira-kira tahun 1600-an. Istilah ini dipakai untuk menyebut hubungan antara masyarakat dan negara dan cara keduanya dibentuk oleh persebaran ide dan norma sosial baik di tingkat lokal maupun regional.[27]
Dalam skema ini, ada tiga penyebab yang dipaparkan sebagai pemicu globalisasi. Penyebab pertama adalah pemikiran Timur yang berarti bahwa negara-negara Barat telah mengadaptasi dan menerapkan prinsip-prinsip yang dipelajari dari Timur.[27] Tanpa ide tradisional dari Timur, globalisasi Barat tidak akan terjadi sebagaimana mestinya. Penyebab kedua adalah jarak; interaksi antarnegara belum berskala global dan masih berada di seputaran Asia, Afrika Utara, Timur Tengah, dan sebagian Eropa.[27] Pada globalisasi awal, negara masih sulit berinteraksi dengan negara lain yang letaknya jauh. Kemajuan teknologi kemudian memungkinkan negara mengetahui keberadaan negara lain yang letaknya jauh, dan fase globalisasi yang baru pun terjadi. Penyebab ketiga adalah saling ketergantungan, kestabilan, dan regularitas. Jika suatu negara tidak bergantung dengan negara lain, tidak ada cara lain bagi negara tersebut untuk memengaruhi dan dipengaruhi oleh negara lain. Inilah salah satu penggerak utama di balik hubungan dan perdagangan global. Tanpa keduanya, globalisasi tidak akan berjalan seperti yang sudah-sudah dan negara akan tetap bergantung pada produksi dan sumber dayanya sendiri supaya bisa terus berdiri. Sejumlah pakar berpendapat bahwa globalisasi kuno tidak berjalan seperti globalisasi modern karena negara-negara waktu itu tidak saling bergantung seperti sekarang.[27]
Ada pula sifat multipolar dalam globalisasi kuno yang melibatkan partisipasi aktif bangsa non-Eropa. Karena globalisasi kuno sudah ada sebelum Pembelahan Besar abad ke-19, masa ketika Eropa Barat memiliki produksi industri dan hasil ekonomi yang lebih maju ketimbang kawasan lain di dunia, globalisasi kuno menjadi fenomena yang tidak hanya digerakkan oleh Eropa tetapi juga oleh wilayah Dunia Lama yang ekonominya sudah maju seperti GujaratBengal, pesisir Cina, dan Jepang.[28]
Karak Portugal di Nagasakiseni NanbanJepang abad ke-17
Ekonom dan sosiolog historis Jerman Andre Gunder Frank berpendapat bahwa globalisasi diawali oleh munculnya hubungan dagang antara Sumer dan Peradaban Lembah Indus pada milenium ketiga SM. Globalisasi kuno ini terjadi pada Zaman Helenistik, zaman ketika pusat-pusat kota komersial membentuk poros budaya Yunani yang merentang dari India sampai Spanyol, termasuk Alexandriadan kota-kota era Alexander lainnya. Sejak itu, posisi geografis Yunani dan impor gandum memaksa bangsa Yunani melakukan perdagangan lewat laut. Perdagangan di Yunani kuno sangat tidak dibatasi, dan negara hanya mengendalikan suplai gandum.[4]
Tanaman asli Dunia Baru yang tersebar ke seluruh dunia: Jagung, tomat, kentang,vanila, karet, kakao, tembakau

Modern Awal[sunting | sunting sumber]

Globalisasi modern awal atau proto-globalisasi mencakup periode sejarah globalisasi antara 1600 dan 1800. Konsep proto-globalisasi pertama kali diperkenalkan oleh sejarawan A. G. Hopkins dan Christopher Bayly. Istilah ini berarti fase peningkatan hubungan dagang dan pertukaran budaya yang menjadi ciri khas periode sebelum munculnya globalisasi modern pada akhir abad ke-19.[29] Fase globalisasi ini dicirikan oleh bangkitnya imperium maritim Eropa pada abad ke-16 dan 17. Imperium pertama yang muncul adalah Portugal dan Spanyol, kemudian muncullah Belanda dan Britania. Pada abad ke-17, perdagangan dunia berkembang lebih jauh ketika perusahaan kerajaan (chartered company) seperti British East India Company (didirikan tahun 1600) danVereenigde Oostindische Compagnie (didirikan tahun 1602, sering dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama yang membuka sahamnya) didirikan.[30]
Globalisasi modern awal berbeda dengan globalisasi modern dalam hal tujuan ekspansionisme, cara mengelola perdagangan global, dan tingkat pertukaran informasi. Periode ini ditandai oleh banyaknya perjanjian dagang seperti yang dilakukan East India Company, peralihan hegemoni ke Eropa Barat, terjadinya konflik berskala besar antara negara besar seperti Perang Tiga Puluh Tahun, dan munculnya komoditas baru seperti perdagangan budakPerdagangan Segitiga memungkinan Eropa mendapatkan keuntungan dari sumber-sumber daya di dunia barata. Perpindahan hewan, tanaman, dan wabah penyakit yang dikaitkan dengan konsep Pertukaran Columbus oleh Alfred Crosby juga memainakn peran penting dalam proses ini. Perdagangan dan komunikasi modern awal melibatkan banyak kelompok masyarakat, termasuk pedagang EropaMuslimIndiaAsia Tenggara, dan Cina, terutama di kawasanSamudra Hindia.
Britania Raya pada abad ke-19 menjadi kekuatan super ekonomi pertama di dunia berkat teknologi pabriknya yang superior dan sistem transportasi global yang maju sepertikapal uap dan rel kereta api.

Modern[sunting | sunting sumber]

Sepanjang abad ke-19, globalisasi mulai mendekati bentuknya yang modern akibat revolusi industri. Industrialisasi memungkinkanstandardisasi produksi barang-barang rumah tangga menggunakan ekonomi skala, sedangkan pertumbuhan penduduk yang cepat menciptakan permintaan barang yang stabil. Pada abad ke-19, kapal uap sangat menghemat biaya transportasi internasional dan rel kereta menjadikan transportasi darat lebih murah. Revolusi transportasi terjadi antara 1820 dan 1850.[9] Jumlah negara yang ikut dalam perdagangan internasional semakin banyak.[9] Globalisasi pada masa ini sangat dipengaruhi oleh imperialisme abad ke-19 seperti yang terjadi di Afrika dan Asia. Penemuan kontainer kapal tahun 1956 turut memajukan globalisasi perdagangan.[31][32]
Setelah Perang Dunia Kedua, para politikus berhasil mewujudkan konferensi Bretton Woods, perjanjian yang disepakati negara-negara besar untuk menyusun kebijakan moneter internasional, perdagangan dan keuangan, dan pembentukan sejumlah lembaga internasional yang bertujuan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, pembebasan perdagangan secara bertahap, dan penyederhanaan dan pengurangan batasan perdagangan. Awalnya, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) mengeluarkan beberapa perjanjian untuk menghapus batasan perdagangan. GATT kemudian digantikan oleh Organisasi Perdagangan Dunia(WTO) untuk mengelola sistem perdagangan. Ekspor nyaris berlipat dari 8,5% total produk bruto dunia tahun 1970 menjadi 16,2% tahun 2001.[33] Pemanfaatan perjanjian global untuk memajukan perdagangan terhambat oleh gagalnya putaran negosiasi Doha. Banyak negara yang beralih ke perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral yang lebih kecil, misalnya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Serikat–Korea Selatan 2011.
Sejak 1970-an, penerbangan semakin terjangkau bagi kelas menengah di negara-negara berkembang Kebijakan langit terbuka dan maskapai bertarif rendah ikut mendorong persaingan pasar. Pada tahun 1990-an, pertumbuhan jaringan komunikasi bertarif rendah memangkas biaya komunikasi antarnegara. Banyak hal yang bisa dilakukan melalui komputer tanpa memedulikan lokasinya seperti akuntansi, pengembangan perangkat lunak, dan desain rekayasa.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan kebudayaan dunia tumbuh sangat cepat. Pertumbuhan ini melambat sejak 1910-an sampai seterusnya akibat Perang Dunia dan Perang Dingin,[34] tetapi berhasil melaju lagi sejak kebijakan neoliberal dirintis tahun 1980-an dan perestroika serta reformasi ekonomi CinaDeng Xiaoping membawa paham kapitalisme barat ke Blok Timur lama.[35] Pada awal 2000-an, sebagian besar negara maju mengalami Resesi Besar,[36] sehingga memperlambat proses globalisasi untuk sementara.[37][38][39]
Perdagangan dan globalisasi telah berevolusi jauh pada masa kini. Masyarakat yang terglobalisasi memiliki serangkaian pendorong dan faktor yang terus mendekatkan manusia, kebudayaan, pasar, kepercayaan, dan aktivitasnya.[40]

Teori[sunting | sunting sumber]

Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
  • Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
  • Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
  • Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutamaAmerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
  • Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
  • Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar